KEMBALIKAN HAK PEJALAN KAKI !!!
sumber : mangodoy-blogspot

Saya adalah salah satu taruna POLTRAN Tegal. Di kampus saya
dilarang membawa kendaraan, otomatis saya lebih cenderung jalan kaki. Apabila
saya mendapat ijin untuk keluar seperti ijin pesiar dan ijin bermalam kalau
tempatnya dekat saya biasanya jarang sekali naik kendaraan, saya lebih suka
jalan kaki, soalnya kalau saya naik kendaraan seperti becak, harga diri saya
sebagai Taruna menjadi berkurang, jadi saya lebih memilih jalan kaki daripada naik
kendaraan.
Saya selalu berjalan di trotoar apabila trotoarnya ada. Tapi
saya juga sering mengeluh apabila berjalan di trotoar. Trotoar yang saya temui
kebanyakan digunakan oleh orang yang berjiwa bisnis sebagai tempat berjualan
ataupun aktifitas yang bersifat penguasaan demi kepentingan pribadi. Celakanya
trotoar yang disalahgunakan tersebut berada di lokasi dimana trotoar sangat diperlukan
oleh pejalan kaki. Kebutuhan akan sarana pejalan kaki terabaikan karena
kepentingan-kepentingan yang bersifat individualistik.
Dan keadaan yang saya dapat berbanding terbalik, kenyataan
ini jauh sekali seperti apa yang saya
pikirkan waktu kecil tentang imajinasi kota. Sejak kecil saya membayangkan apa
yang diajarkan waktu SD akan benar-benar bisa saya terapkan di Kota,
ya!berjalan kaki di trotoar.
Sedikit
tentang Troatoar
Trotoar merupakan sarana lalu lintas untuk mengakomodir
pejalan kaki. Menurut Dirjen Bina Marga trotoar memiliki pengertian kurang
lebih adalah jalur pejalan kaki yang ditujukan untuk memberikan keamanan dan
kenyamanan. Merujuk dari kedua kata aman dan nyaman tersebut nampaknya sering
berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Maklum saja, trotoar kini banyak
menjadi tempat untuk berjualan dan lahan parkir. Saya beranggapan bahwa itu semua
liar, karena berasumsi dari pengertian menurut pihak berwenang..



Langkah Maju
Seperti
halnya jalan kaki, fungsi utama dari langkah adalah membawa tubuh kita agar
mampu berpindah jarak dari satu tempat ke tempat lain. Untuk berpindah
tersebut, manusia pada umumnya menggunakan jalan untuk melangkah ke
depan. Jika depan dimaknai sebagai sebuah langkah dan upaya maju, sudah
selayaknya desain trotoar tidak dimaknai dengan langkah mundur. Dengan analogi
demikian kiranya desain menjadi sebuah objek yang aplikatif dan benar-benar
bermanfaat dan sesuai bukan lagi malconstruction design.
Saat individu memandang trotoar adalah tempat strategis
untuk berjualan dan bisnis lainnya, kesalahan ini bukan hanya faktor kesalahan
pemahaman individu, melainkan masyarakat pengguna lain, pemangku kekuasaan dan
lingkungan juga mempengaruhi terjadinya kesalahan tersebut. Pedagang yang
berkumpul di trotoar misalnya, tempat para pedagang ini ramai dikunjungi oleh
pengunjung karena dekat dengan keramaian rutinitas masyarakatnya. Ketika mereka
menggelar jualan mereka, masyarakat pengguna lain malah cenderung
memanfaatkanya sebagai tempat berbelanja dengan alasan lebih murah dari mall
atau tempat belanja lain. Selain itu pengatur kebijakan kurang memberikan
peraturan yang tegas tentang penggunaan trotoar, sehingga para pengguna bebas
melakukan tindakan merubah fungsi trotoar menjadi tempat sesuai kepentingan
pribadi.
Hambatan yang terjadi terhadap pemahaman fungsi dan makna
desain trotoar ini bisa terjadi dikarenakan kurangnya pendekatan aspek-aspek
sosial yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pengguna sekitar. Misalnya
pembuatan trotoar yang berlokasi di sekitaran pabrik harus juga dipikirkan
bagaimana sebuah desain trotoar akan berguna efektif dengan struktur sosial
masyarakatnya. Kegunaan ini harus menjawab arus mobilisasi pejalan kaki yang
berjumlah ratusan tanpa menyisakan ruang untuk bisa digunakan sebagai tempat
beraktifitas selain nilai gunanya. Sehingga desain trotoar harus menyesuaikan
lingkungan sosial dimana trotoar itu diwujudkan sehingga memiliki fungsi dan
makna sesuai struktur sosialnya.
Menjawab
kebutuhan desain semacam ini merupakan sebuah tantangan bagi semua pihak untuk
sama-sama memahami secara utuh, bukan kepentingan individu. Sehingga sudah
selayaknya penciptaan trotoar mampu mengakomodir fungsi utamanya dengan
menciptakan sebuah desain yang mampu mengatasi permasalahan sosial tersebut.
Kewajiban penggunaan sesuai dengan fungsinya tentu tidak hanya tanggung jawab
satu pihak, akan tetapi terdapat sinergi antar lingkup sosialnya.
Sumber : acepiwansaidi.com